Komentar Muchlis M. Hanafi
Rasulullah Senang Mendengar Bacaan
Merdu dari Para Sahabatnya
Kisah diatas disampaikan oleh Muchlis M. Hanafi, Pakar Pusat Studi Al-Quran (PSQ) Jakarta, saat menyampaikan topik hangat yaitu Kontroversi Bacaan Langgam Nuantara, pada Rapat Koordinasi Nasional 2015 Ditjen Bimas Islam, di Jakarta, Jum’at (29/5).
Dikatakan Muchlis,, meski banyak para sahabat Nabi diketahui memiliki suara merdu dalam bacaan Al-Qur’an, dan Nabi menganjurkan untuk memperindah bacaan, tetapi tidak diketahui persis nada dan irama bacaan mereka.
“Klan Asy`ari adalah salah satu yang dikenal memiliki suara merdu saat itu. Nabi Saw senang mendengar bacaan Abu Musa al-Asy`ari, bahkan memujinya sebagai orang yang diberi ‘seruling’ Nabi Daud, karena keindahan suaranya”,ungkap Pjs. Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qu’an ini.
Nabi Daud, Lanjut Muchlis, seperti diriwayatkan Ibnu Abbas, dikenal sering melantunkan pujian dan doa dalam Zabur hingga mencapai tujuh puluh nada dan irama (lahn) secara bervariasi. Demikian pula Umar bin Khattab sering meminta Abu Musa untuk memperdengarkan bacaannya yang indah. Ia mengatakan, “siapa yang bisa melantunkan Alqur`an denganlagu seperti Abu Musa, lakukanlah”, kata Muchlis menirukan ucapan Umar bin Khattab.
Membaca Al-Qur`an dengan suara merdu, imbuh Muchlis, disebut dengan beberapa istilah, antara lain al-taghannî, al-tathrîb, al-tarjî`, al-qirâ`atu bil alhân. Sedangkan nada dan irama atau langgam yang biasa digunakan dalam melantunkan bacaan Al-Qur`an disebut nagham (jamak: naghamât). Bentuk atau tingkatannya disebut maqâmât. Yang paling populer,antara lain Bayati, Shaba, Sikah, Jiharkah, Hijaz, Rost dan Nahawand.
Menyinggung perihal pembacaan al-Quran langgam nusantara, Muchlis mengatakan, bahwa langgam atau nagham bukan sesuatu yang tawqîfi, fakta sejarah mencatat bahwa naghamât tidak semua muncul di Arab dan penggunaan nagham atau langgam selain yang popular bukanlah desakralisasi. “Munculnya langgam nusantara masih diperlukan waktu untukmempopulerkan di masyarakat agar kehadirannya bersifat universal”, ujarnya.
Diakhir paparannya, Muchlis Hanafi berharap agar Al-Qur’an bukan sekedar untuk dilantunkan dengan langgam apa pun, melainkan untuk diamalkan setelah dipahami dan dihayati pesan-pesannya. “selain kita membicarakan soal indahnya bacaan al-Qur’an, kini saatnya kita beralih dari sekedar langgam dan tajwid bacaan menuju tajwid amalan”, pungkasnya. (syam/foto:bimasislam)
Komentar
Posting Komentar