NIKAH SIRI HARUS DITANGGAPI











PASAL 3-5 UU NO 1/1974 SULIT DIGUNAKAN
NIKAH SIRI JADI PILIHAN 
         Pada umumnya pria mapan cenderung akan beristeri lagi dengan alasan berbagai faktor baik yang rasional maupun tidak. Namun, keinginan itu tersandung berbagai persyaratan yang harus dipenuhi untuk sampaikan ke Pengadilan Agama sebagai instansi yang berhak memberi izin dan berkekuatan hukum (Pasal 3 (2) UU No 1/1974).
         41 tahun Undang-undnag Perkawinan ini lahir dan hampir dapat dipastikan belum pernah teralisasi dimana seorang suami mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama untuk maksud beristeri lebih dari satu. Apa penyebabnya? Antara lain Pertama ; Mungkin kultur budaya ketimuran sangat mempengaruhi karena ada rasa malu atau kurang terhormat bagi kedua belah pihak dan atau salah satu pihak bila permaslahan  mereka sampai ke Pengadilan Agama. Kedua ; Demi harga diri bagi isteri lebih memilih bercerai daripada di-duakan. Ketiga ; kurang jelas dan tegas maksud pasal 4 ayat 2 point (a) yang menyebutkan ‘isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri dan Keempat ; memenuhi syarat pamungkas yaitu  ‘ adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri (Pasal 5 ayat 1  point a). Kelima ; Pasal 3-5 UU No 1/1974 ini membuka peluang tapi mengikat.
         Dipahami pasal-pasal di atas yang digunakan Pengadilan terkesan satu sisi memberikan peluang bagi suami beristeri lebih dari satu, namun pada sisi lain dihadapkan pada berbagai persyaratan yang rumit sehingga pada hakikatnya tidak ada pilihan dan harus berazaskan ‘monogami’. Dan azas monogami itu akan tetap selamanya karena meskipun isteri cacat badan/penyakit yang tidak dapat disembuhkan (pasal 4 ayat 2 poin b) atau isteri tidak dapat melahirkan keturunan (pasal 4 ayat 2 point c), tapi dibutuhkan (pasal 5 ayat 1 huruf a) persetujuannya yang sulit diperoleh karena secara kultur budaya ketimuran dan karakter umum wanita atau isteri lebih memilih bercerai dari pada memberi izin kepada suaminya untuk menikah dengan perempuan lain (di-duakan).

Jika saling mempertahankan keinginan dan prinsip, akibatnya yang muncul antara lain :
  1. Isteri minta Cerai : Jika perceraian terjadi akan menambah problem baru  setidaknya hubungan silaturrahim kedua belah pihak akan merenggang dan mungkin bermusuhan.
  2. Anak-anak dari perkawinan yang sah besar kemungkinan akan terlantar (karena tidak ada atau belum terlaksana sanksi tegas bagi seorang ayah yang menelantarkan anaknya sejak berpisah dengan isterinya).
  3. Tidak bercerai ; tapi secara diam-diam suami nikah siri. Jika hal seperti ini terjadi akan menelantarkan status sosial dan hak anak yang akan lahir dari perempuan sirinya,
  4. Dan menjadi bom waktu jika isteri pertama mengetahui suaminya nikah siri.
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1/1974 (khusus pasal 3-5) bila dicermati belum mampu memenuhi dan melindungi hasrat suami yang akan memiliki isteri lebih dari satu, walaupun tindakan suami itu rasional (seperti isterinya kurang dapat melayani baik soal sek maupun lainnya, isteri bersifat boros, kurang dapat menjadi ibu yang baik dari anak-anaknya dll), kadang suami tidak mau meributkan persoalan yang sudah rutin terjadi, Cuma saja niat suami meskipun menikah lagi tapi tetap bertanggung jawab dan dapat menyatukan kedua isteri dan anaknya dengan baik. Namun, niat suami seperti ini tetap dipandang sama dengan tindakan suami yang tidak rasional “hanya memenuhi hasrat nafsunya” dengan menggunakan pasal yang sama ( pasal 3-5 ).  

Untuk itu, pemerintah harus serius mengevaluasi Undang-Undang Perkawinan ini, agar nikah siri seperti lorong kecil diminati untuk menghindar dari jalan besar yang buntu dapat dihentikan. Bukan hanya nikah siri  dan segala akibatnya saja yang harus dipermasalahkan, tapi undang-undang  harus lebih diperjelas dan tegas, agar dapat menyahuti apa yang dibenarkan agama. Sebagaimana pernyataan Dirjen Bimas Islam Bapak Machasin ;”Nikah Siri Sah Secara Agama tapi Bermasalah secara Sosial”. Jika Agama telah mengesahkan, maka tugas pemerintah meregulasikan untuk tidak bermasalah. cegah se'arif mungkin, karena pembiaran akan membuka peluang dan masalah yang besar di kemudian hari. 

Tulisan ini tidak bermaksud membela satu kepentingan, melainkan bagaimana menyikapi sebuah tujuan perkawinan agar sama mendapatkan kebahagiaan dan perlindungan. Dan nikah Siri itu tidak akan ada lagi jika regulasinya jelas melindungi semua keinginan dan serta memiliki sanksi hukum maupun sanksi sosial dan moral yang tegas pula.emka.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Singkat Kecamatan Sei Rampah

SEJARAH SINGKAT KUA KEC. SEI RAMPAH

H2N